Sabtu, 08 Desember 2012

WELCOMING DECEMBER, WELCOMING CHRISTMAS




“…this is my December.
This is my time of the year.
This is my December.
This is all so clear…..”

Lantunan suara khas Chester Bennington terdengar begitu merdu dengan epistomologi keseluruhan lirik yang begitu menyentuh; sungguh berkesan dan semakin terasa dalam ketika lagu tersebut didengar di awal-awal bulan Desember ini. Lagu bertitel “My December” tersebut dipopulerkan oleh band pop-rock dari Aguora Hills, California, yang terkenal dengan nama Linkin Park. Sebuah band yang mulai meroket ketika album pertamanya, “Hybrid Theory” mulai dirilis pada 12 tahun silam.


“This is my December; this is my time of the year.” Sebuah ungkapan sebagai suatu bentuk pernyataan hati yang cukup mewakili sekian banyak kesan manusia terhadap bulan Desember. Desember begitu dinantikan; seakan waktu yang paling ditunggu dalam setahun adalah Desember itu sendiri. Desember telah tiba. Dan Bumi pun nampak tersenyum menyambut datangnya bulan di penghujung tahun ini. Di belahan Bumi di wilayah Jepang, bunga-bunga Sakura (cherry blossoms) berbagai jenis semisal someiyoshino telah bermekaran. Demikianpun di bumi khatulistiwa ini, tak terkecuali di tanah Flores kelahiran saya, bunga Desember (haemantus multiflorus) tentunya telah mulai menampakkan keindahannya.

Desember begitu special. Namun, ada kah yang lebih spesial, lebih identik dan khas tentang Desember itu sendiri?. 

Bagi kaum Kristiani dan Nasrani, sudah tentu jawabannya NATAL. Sebuah bagian dari tradisi Gereja Katholik Roma yang masih terpelihara hingga saat ini. Sebuah perayaan akan hari lahirnya Sang Juru Selamat di Betlehem, 2000 tahun silam. Christmas; a Mass of Christ; sebuah perayaan akan hari lahirnya Tuhan Yesus Kristus. Sebuah tradisi yang telah menjadi bagian dari iman umat. Lantas, saya mencoba memperdalam khasanah saya tentang perayaan Natal dengan menjelajah dunia maya, mecoba googling dan searching  dari berbagai referensi yang setidaknya bisa memberikan saya jawaban yang tepat dan benar sesuai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Entah dari doktrin apa ataukah dari ensiklopedi mana, saya mencoba menelusurinya. Hingga pada satu titik, kemanusiaan saya mulai mendominasi pola pikir saya; dan ini dimanfaatkan iblis untuk menyulut api kebencian; ketika referensi yang saya temukan memang mengupas tentang asal-usul perayaan Natal; tapi mayoritas ditulis oleh penulis yang sungguh sangat tidak berkompeten; dengan bahasa dan penalarannya yang dangkal, mencoba memberikan kesan negatif bahkan seakan ‘menelanjangi’ ke-khatolik-an umat Katholik itu sendiri. Misalnya, dalam sebuah tulisan berjudul “ The Plain Truth About Christmas”  yang ditulis asli dalam bahasa Inggris oleh Herbert W. Armstrong dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Masyhud SM. dengan judul saduran : “Misteri Natal”. Pada pembahasan tentang asal-usul perayaan Natal, beliau menulis demikian : 

“Christmas was not among the earliest festivals of Church … the
first evidence of the feast is from Egypt. Pagan customs centering
around the January calends gravitated to christmas.”

Bagaimana mungkin, si Herbert menjustifikasi kita yang merayakan Natal adalah bagian dari penyembahan berhala atau paganism. Sungguh sebuah pernyataan yang memancing kontroversi. Namun sejurus kemudian, saya mulai memahami bahwa memang dahulunya tubuh mistik Gerja Katholik pernah tenggelam dalam lumpur Dosa; pernah berjalan dalam kegelapan Dosa.Lihat kembali dokumen-dokumen tua tentang sejarah Gereja Khatolik, tentang kekelaman yang pernah mengerubungi perjalanan sejarah kekhatolikan Romawi. Berawal sekitar tahun 1000 M, dengan penganiyaan terhadap kelompok Waldens. Ataupun pada abad pertengahan, ketika Gereja Khatolik Romawi terkenal dengan proses inkuisisi yang begitu kejam dan tanpa kasih sedikitpun. Kaum “heretics” (kaum yang menyimpang dari doktrin resmi Gereja) diburu dan dikejar kemudian disiksa dengan siksaan yang mengerikan.
            Kembali pada reaksi emosional saya ketika pertama kali membaca tulisan yang mencemooh Gereja Khatolik; saya lebih open-minded terhadap semua pembebeberan isi tulisan tersebut. Apapun yang tertulis, seakurat apapun sumbernya, saya bisa memaklumi jikademikian  ada semacam lumpur kotor dalam Gereja Khatolik; lumpur yang dahulu pernah mengotori dan sejak sekian lama telah dibersihkan dan disucikan oleh Darah Yang Kudus. Reaksi emosional saya tersebut mungkin jua sama dengan beberapa rekan yang mungkin pernah menonton sebuah film zaman dahulu dengan judul Goya’s Ghost. Sebuah film yang disutradarai oleh Milos Forman dan diproduseri oleh Saul Zaentz; 2 nama beken dalam dunia perfilman. Film tersebut diangkat dari catatan seorang pelukis Spanyol, Fransisco Goya, tentang kisahnya dalam usah penyelamatannya akan seorang gadis yang menjadi model lukisannya, yang dikejar oleh Gereja Khatolik dan akan dijatuhi hukuman inkuisisi. Dalam film tersebut, dibeberkan segala kejahatan dan kekejian yang dilakukan oleh rohaniwan Gereja; dan Gereja yang seakan menjadi penguasa tunggal dengan kezalimannya. Pembaca sekalian yang pernah menontonnya atau mendengar kisahnya juga pasti tak terima dengan pengeksposisian kejahatan dengan background agama tersebut; tapi demikianlah yang terjadi “pada masa itu”. Saya memberik tanda kutip pada tulisan “pada masa itu” dengan maksud penekanan yang lebih pada masa atau waktu; dan semua kezaliman itu telah lenyap terkubur masa. “Acta est fabula!” , semua yang terjadi itu adalah kisah.
Gereja Khatolik yang saya kenal adalah Gereja yang melandaskan imannya pada Teladan Hidup Sang Ilahi. Pada segala ajaran dan teladan dari Tuhan kita Yesus Kristus. Semua yang tertulis pada Alkitab adalah benar demikian; dan untuk menguji kebenaran dari semua itu, kita tidak harus berpaling pada lembaran sejarah yang “mungkin” telah banyak dimanipulasi karena kepentingan tertentu. Cara pribadi saya adalah dengan langsung berdiskusi dengan Sang Creator Kehidupan ini. Masuk ke dalam keheningan, dan leburkan diri dalam pembicaraan sacral dengannya. Bukannya mengada-ada, tapi ini benar pengalaman hidup saya. Saya dididik sejak lahir hingga dewasa dalam tradisi dan ajaran Khatolik yang begitu kental. Teringat dulu zaman SD, saya sering kehilangan barang dan saya berdoa pada Santo Antonius, dan tak lebih dari sehari, saya menemukan kembali yang hilang tersebut. Saya pun diajarkan untuk membuat tanda salib sebelum berangkat ke sekolah agar saya tidak mengalami muzibah hari itu. Dan bukan sekedar omong kosong, hampir selama 6 tahun masa SD saya, saya tak pernah mengalami muzibah sehari pun. Ajaib. Sungguh perlindungan Ilahi yang Maha Dahsyat.

Itulah mengapa, Tradisi iman Khatolik mengakar kuat dalam diri saya. Saya telah sampai pada level “iman”, tidak hanya sekedar level “benar/salah” yang banyak orang malah masih membuang waktu hidupnya hanya untuk mencari-cari kebenaran agama/keyakinannya dan mencari kesalahan dari keyakinan orang lain. Sungguh miris dan memilukan.

Natal sudah di depan mata. Mari kita memantapkan hati dan batin kita untuk menyambut kelahrian Sang Putera; pemberian dari Bapa bagi kita anak-anak-Nya. Mari kita merayakan Natal dengan Iman, bukan dengan pertimbangan benar-salah atau malah terpengaruh bisikan “manusia lain” yang tidak pernah mengakhiri usahanya untuk menyebarkan benih ilalang di lading gandum ke-khatolik-an kita.







Salam Damai Natal.

Related Post:

0 komentar:

Posting Komentar

 
;