“Hidup adalah perjalanan menapaki dimensi waktu.
Ada saat kita berjalan bersama; ada saat kita di
persimpangan.
Ada saat kita bersama merajut kisah; ada saat kita
berpisah untuk membiarkan rasa rindu beradu dalam hasrat ‘tuk bersua.
Acta est fabula. Semua yang terjadi adalah sebuah
KISAH.”
Kisah. Semua kita yang terlahir di dunia ini entah disadari atau tidak, semuanya sedang menorehkan kisahnya masing-masing yang sebenarnya skenarionya sudah dituliskan oleh Sang Creator Ilahi; Sang Pemberi Hidup.
Dalam skenario Ilahi, pada lembaran buku kehidupan
masing-masing kita, Sang Pencipta telah menorehkan bahwa ketika kelak kita
menginjak usia 18-22 tahun, sebuah transisi dari remaja menuju fase selanjutnya
(tepatnya ketika perjalanan waktu telah sampai di medio November tahun 2009) akan
ada 26 anak manusia dipertemukan dalam suatu wadah berlabel pendidikan dan
pelatihan. Semua rencana Sang Pencipta tersebut termanifestasikan dalam sebuah
realita yang jauh di luar pemahaman dan penalaran logika; yang menjadi nyata melalui
proses seleksi penerimaan Taruna Akademi Meteorologi dan Geofisika jurusan
Geofisika tahun 2009.
Taruna Geofisika angkatan 45. Sebuah wadah perwujudnyataan
dari rencana Sang Pencipta untuk mempertemukan 26 insan ciptaan-Nya; untuk
saling mengenal, menjalani hidup bersama dengan motivasi yang sama; yang entah
disadari atau tidak, Dia amanahkan dan mandatkan 1001 misteri dan rahasia
mengenai kompleksitas alam ciptaan-Nya yang ditempati hampir 24juta jiwa yang
ditempatkan-Nya pada zona rentan bencana. Zona yang oleh manusia ciptaan-Nya
dinamakan Indonesia.
Pernakah terpikirkan oleh kita? Atau, setidaknya adakah kita
renungkan, mengapa dalam fase hidup kita, kita dipertemukan di Diklat AMG ini?
Mengapa kita terpilih untuk menjadi Taruna jurusan Geofisika?. Saya berani
bertaruh, sebelum test masuk AMG, tidak ada satupun dari kita yang tahu ruang
lingkup dan wahana bidang ilmu yang dikaji pada jurusan Geofisika yang 3 tahun
telah kita tekuni ini. Adakah disiplin ilmu lainnya yang lebih kita kuasai
dalam arti kita lebih berbakat untuk mempelajarinya dibandingkan ilmu Geofisika
itu sendiri? Jawabannya relative pada individu masing-masing.
Apapun jawabannya, satu yang ingin saya sampaikan, dalam
hidup ini, tidak ada yang namanya KEBETULAN. Tidak ada istilah incidental bagi segala sesuatu yang
terjadi dalam hidup ini. Segala yang terjadi memiliki makna tersendiri. Semua
kejadian dalam fase hidup kita berinterelasi dalam satu maha rencana.
----***----
Menengok kembali 2 tahun silam; membuka kembali lembaran
memoar kehidupan di medio November 2010. Lantas pernah prahara datang menghancuri
mimpi 20-an hati. Dengan label birokrasi, sejumlah pihak decision maker dari system yang kompleks menghadirkan citarasa
PENANTIAN dalam alur kisah yang kita jalani; episode “ASA YANG TERTUNDA” dari
sinema bertitel Field Working Practice atau
Praktik Kerja Lapangan. Sebuah
penantian dengan akhir yang masih blur
tanpa ada regulasi yang jelas pada saat itu; sehingga cukup memilukan tapi tak
sampai memalukan karena mentalitas kita adalah pemenang bukan pecundang. Dua
tahun hidup dalam dinamika proses pendidikan, membaur bersama angkatan senior
justru membuat kita semakin matang secara psikis meski paling terkikis secara
finansial. But life’s must go on! Dan
demikian, Geofisika 45 tetap ada hingga detik ini.
----***---
Kamis, 25 Oktober 2012. Adalah sebuah baut kecil dari
rangkaian rel panjang deret waktu yang telah dan masih akan kita kita tempuh
dalam perjalanan hidup ini. Sebuah perhentian yang tidak begitu jauhnya dari
penanda akhirnya putaran satu tahun, Desember.
Desember yang akan menjadi momentum terakhir kita
berseragamkan taruna. Akan menjadi portal dimensi waktu dari fase taruna kita
menuju fase pegawai. Selepas Desember adalah sebuah kesempatan di mana kita
diberikan kans untuk berguru pada pengalaman; bukan sekedar pada slide-slide powerpoint yang dipresentasikan sebatas
dinding kelas; bukan pada deretan formula yang berjejer hitam-putih di atas whiteboard; bukan hanya sebatas meminjam
buku di library dan mencari intisari
yang tersurat eksplisit dan tersirat
implisit di balik kertas-kertas jurnal para peneliti. Karena demikianlah adanya
bahwasannya “usus magister est optimus”;
“pengalaman adalah guru yang terbaik.” Time
to enrich knowledge by doing; not only learning. Saat yang tepat untuk
memperkaya wawasan ini dengan melakukan; bukan hanya sekedar membaca dan
mempersilahkan lobus otak untuk
berimajinasi.
Akhir kata, saya lampirkan sebuah pepatah Italy :
“ Siammo tutti angeli con una sola ala, possiamo volare solo se ci
abbraciamo l’uno con l’atro”
“ We are each of us
angels with only one wing; and we can only fly by embracing one another”
SETIAP KITA ADALAH MALAIKAT BERSAYAP SATU; DAN KITA HANYA
AKAN BISA TERBANG HANYA DENGAN SALING MERANGKUL.
RICHTER-45 . la famiglia siempre.
Alexander Parera
0 komentar:
Posting Komentar