Ada satu fenomena yang bakal terjadi di tahun 2016,
lebih tepatnya di Bulan Maret tanggal 9. Kejadian yang langka dan fenomenal
yang berkaitan dengan Tata Surya dan semesta yang kita huni. Fenomena tersebut
sudah menyita atensi masif para peneliti di seluruh Bumi. Satu hal yang
menggembirakan, fenomena tentang Tata Surya tersebut dapat diamati langsung
dari belahan Bumi yang kita huni; dari beberapa kota di Indonesia. Fenomena
tersebut dikenal dengan nama Gerhana Matahari Total (Total Solar Eclipse).
Gerhana Matahari merupakan sebuah fenomena yang
terjadi saat Matahari – Bumi – Bulan mengalami kesejajaran dan bayangan Bulan
jatuh ke Bumi.
Gerhana Matahari terjadi ketika Bulan berada pada fase
bulan baru saat Bulan berada di antara Matahari dan Bumi sehingga
bayang-bayang Bulan akan jatuh ke permukaan Bumi. Secara sederhana, cahaya
Matahari terhalang oleh Bulan. Tapi tidak semua area akan mengalami gerhana.
Hanya area di Bumi yang dilewati oleh bayang – bayang Bulan yang akan mengalami
gerhana.
Proses
terjadinya Gerhana
Pada saat terjadi gerhana Matahari atau saat Bulan melintas di antara Matahari dan Bumi
maka bayang-bayang Bulan akan membentuk kerucut umbra dan penumbra.
Pengamat yang berada di kawasan penumbra tidak akan banyak mengalami perubahan
karena sorot cahaya Matahari tidak akan mengalami perubahan drastis. Tapi
cahaya yang diterima memang kurang dari 100% karena hanya sebagian cahaya yang
tertutup oleh benda langit si pembentuk bayang – bayang.
Makin dekat dengan
kawasan umbra, makin besar sorot cahaya Matahari yang tertutup oleh Bulan.
Kawasan bayang – bayang umbra Bulan pada hakekatnya adalah suasana malam dan
manusia dapat menyaksikan bintang dan planet seperti malam hari. Tapi tak
hanya itu. Tidak setiap gerhana Matahari yang terjadi akan membuat Bumi
mengalami gelap sempurna seperti layaknya malam hari.
Bulan yang berdiameter
3476 km, bergerak mengelilingi Bumi dalam lintasan elips sehingga jarak
Bumi-Bulan bervariasi dari jarak rata-ratanya yakni 384460 km. Variasi jarak Bumi – Bulan bisa mencapai maksimum
406767 km dengan jarak minimum 356395 km. Kombinasi diameter Bulan dengan jarak
Bumi – Bulan menyebabkan piringan Bulan di langit atau diameter sudut Bulan
juga bervariasi dari 29′ 22″ sampai dengan 33′ 31″. Rata-rata ukuran diameter
sudut Bulan 31′ 5″.
Gambar
: Ilustrasi Gerhana Matahari dari sudut pandang pengamat. (sumber : http://gerhana.langitselatan.com/wp-content/uploads/2015/02/gerhana-pengamat.jpg
Orbit Bumi mengelilingi
Matahari dalam lintasan elips dengan eksentrisitas 0.016773. Artinya, jarak
Bumi-Matahari tidak konstan. Ada saat dimana Bumi berada pada titik terdekatnya
dengan Matahari yang dinamakan titik perihelion, dan di titik terjauh yang
dinamakan titik aphelion.
Jarak rata-rata Bumi –
Matahari (satu satuan astronomi = 1 AU) adalah 149 597 870.
Pada kenyataannya jarak Bumi-Matahari bervariasi antara 147 091 312 km saat di
perihelion sampai dengan 152 109 813 km saat di aphelion. Variasi jarak ini
mencapai [(406700 – 356400)/((406700 + 356400)/2)] x 100% = 12% dari nilai
jarak rata-rata. Bundaran Matahari di langit atau diameter sudut Matahari
bervariasi dari 31′.46 – 32′.53, atau semidiameter sudut Matahari bervariasi
antara 944″ hingga 976″.
Gerhana Matahari Total (GMT)
GMT terjadi saat
piringan Bulan bisa menutupi seluruh piringan Matahari dan pengamat di Bumi
berada dalam umbra Bulan.
GMT terjadi pada saat piringan Bulan
sama dengan piringan Matahari atau tampak lebih besar dari piringan Matahari
akibat variasi jarak Bumi – Bulan dan perbandingan diameter sudut Matahari
terhadap diameter sudut Bulan yang juga bervariasi. Piringan Bulan akan tampak
lebih besar dari piringan Matahari saat posisi Bulan dan Matahari berada di
posisi terdekat dengan Bumi. Tapi bagi pengamat tidak akan ada perbedaannya.
Waktu
maksimum terjadinya totalitas atau gelap sempurna ketika cahaya Matahari
tertutup oleh Bulan adalah 7 menit 31 detik. Tapi pada umumnya totalitas
terjadi lebih pendek dari waktu tersebut.
Gambar :
Gerhana Matahari Total. (Sumber : http://gerhana.langitselatan.com/wp-content/uploads/2015/02/TSE2006-Corona.jpg )
Apa saja yang bisa dilihat kala
terjadi Gerhana Matahari Total?
Ketika
Gerhana Matahari Total dimulai, seluruh piringan Matahari tidak langsung
ditutupi oleh Bulan. Bulan akan tampak bergerak perlahan menyentuh matahari dan
mulai menutupi wajah sang surya.
Pada
awalnya, para pengamat akan dapat melihat Gerhana Matahari Sebagian ketika Bulan
melakukan kontak pertama dengan Matahari dan kemudian tampak memasuki piringan
Matahari. Setelah itu, akan terjadi kontak kedua ketika gerhana total dimulai
dan hampir seluruh piringan Matahari ditutupi oleh Bulan. Pada tahap ini, para
pengamat yang berada pada jalur totalitas yang dilewati bayangan umbra Bulan
akan dapat melihat Baily’s Bead dan efek cincin berlian.
Ketika
seluruh piringan Matahari tertutup sepenuhnya terjadilah gerhana maksimum atau
totalitas. Pada tahap ini hanya korona Matahari yang akan tampak. langit
menjadi gelap. Totalitas hanya berlangsung beberapa saat dalam hitungan detik
sampai beberapa menit. Setelah totalitas berakhir, akan terjadi kontak ketiga
saat bayangan Bulan mulai meninggalkan Matahari, dan sang Surya pun kembali menampakkan
wajahnya dan para pengamat kembali menikmati gerhana sebagian. Dan untuk
mengakhiri pertunjukan spektakuler itu, Bulan pun meninggalkan Matahari yang
kembali utuh tampak di langit saat kontak keempat terjadi. Pada kontak ke empat
inilah Gerhana Matahari Total berakhir.
Fenomena
Saat Gerhana Matahari Total
Saat terjadi Gerhana Matahari Total, ada beberapa fenomena yang dapat dinikmati, di antaranya adalah:
Saat terjadi Gerhana Matahari Total, ada beberapa fenomena yang dapat dinikmati, di antaranya adalah:
- Baily’s beads atau bisa kita sebut manik-manik Baily merupakan fenomena yang akan tampak 10-15 detik sebelum dan sesudah totalitas. Saat Bulan menutupi Matahari, permukaan Bulan yang tidak rata menyebabkan sinar Matahari masih dapat melewatinya. Akibatnya pengamat di Bumi akan melihat fenomena gumpalan cahaya yang mirip manik-manik di tepi piringan Bulan. Nama manik-manik Baily diberikan menurut nama Francis Baily yang pertama kali memberikan penjelasan terkait fenomena cahaya tersebut.
- Efek Cincin Berlian, terjadi setelah penampakan manik-manik Baily. Saat Bulan menutupi seluruh permukaan Matahari dan manik-manik Baily menghilang, akan ada satu manik-manik yang tersisa beberapa detik sebelum totalitas. Pada saat satu gumpalan cahaya ini tersisa, seluruh area lain Matahari sudah tertutup dan hanya korona Matahari yang tampak. Akibatnya lingkaran korona dipadu dengan satu manik-manik Baily akan tampak seperti cincin berlian
- Kromosfer Matahari akan menampakan pendar kemerahan sesaat setelah efek cincin berlian menghilang dan saat Gerhana Matahari Total.
- Korona Matahari. Ketika Bulan sudah sepenuhnya menutupi piringan Matahari, maka lapisan korona Matahari akan tampak seperti cicin tipis dan redup yang mengelilingi Bulan saat totalitas.
- Pita bayangan. Sekitar 1 menit sebelum dan sesudah totalitas, akan tampak garis bergelombang cahaya gelap terang pada permukaan polos berwarna sebagai hasil dari cahaya yang dipancarkan oleh Matahari sabit yang dibiaskan oleh atmosfer Bumi.
- Planet dan bintang-bintang yang tidak tampak di siang hari karena tertutup sinar Matahari bisa dilihat saat Bulan menutupi Matahari
Prediksi NASA tentang Jejak Gerhana
Matahari yang (akan) melintasi Indonesia
Berikut adalah beberapa lokasi kota di Indonesia berdasarkan
prediksi Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) bakal menjadi jejak yang
dilintasi bayangan Bulan saat terjadi Gerhana Matahari Total. Dengan kata lain,
kita dapat mengamati langsung fenomena Gerhana Matahari Total jika kita berada
di beberapa kota tersebut.
Sekian dan terimakasih. Sekiranya dapat bermanfaat
bagi pembaca sekalian.
SALAM. (editor #AFTP) – dari berbagai sumber.
SALAM. (editor #AFTP) – dari berbagai sumber.
Langganan:
Postingan (Atom)